Bertemu Rudik Setiawan seperti jumpa tempayan tumpah. Ia dengan murah hati berbagi pemikiran, pengalaman bisnis, teori, bahkan rahasia bisnisnya. Belum lama bicara, ia minta secarik kertas dan pena. Ia lalu membuat skema konsep bisnisnya, latar belakang teori, nama-nama ahli dibalik teori itu dan tahun bukunya.
Ia membuat skema bisnis model canvas dari pakar manajemen Alexander Osterwalder (2010), salah satu strategi manajemen yang biasa diajarkan pada program pascasarjana. Ia terapkan pada pabrik tahunya. Aksi itu membuat orang lain bisa membaca peta bisnisnya dengan cepat.
Lewat jalan itu, sejak tahun 2004 ia memulai bisnis tahu. Hasilnya, hingga kini ia meraih tujuh penghargaan dari kompetisi manajemen usaha kecil menengah (UKM).
Penghargaan membawanya dua kali bertemu Wakil Presiden Boediono, termasuk hadiah dari Kemenpora berupa perjalanan meninjau UKM tahu di China. Omzet bisnisnya tahun lalu Rp 1,2 milyar, dan tahun ini ia menargetkan Rp 2,2 milyar dengan 14 karyawan.
Bagi Rudik, ia bukanlah pengusaha pabrik tahu, tetapi pebisnis tahu. “Saya tak terlibat proses produksi, meski saya bisa membongkar pasang mesin pabrik tahu. Seperti umumnya pebisnis, saya mencari untung dari tahu. Tetapi bukan sekadar untung, saya mengedepankan karakter dan kejujuran.”
Proses produksi tahu miliknya sama dengan pabrik tahu lainnya. ”Hanya pemikiran dan konstruksi di balik lahirnya tahu itu yang berbeda,” katanya sambil menunjukkan produknya, tahu organik.
Kecemasan konsumen
Rudik membidik kecemasan konsumen tahu yang kian sadar kesehatan dan lingkungan. “Terutama konsumen perkotaan yang belanja di supermarket. Mereka khawatir adanya formalin dalam tahu. Konsumen kelompok ini belum terlayani kebutuhannya mendapatkan sumber protein murah dan intim dalam menu makanan kita.”
Dibalik kesederhanaan tahu organik itu, prestasi terpentingnya adalah membangun kepercayaan pasar. Ia mencanangkan strategi zero waste dan open kitchen di pabrik tahu. Sampah limbah pabrik tahu itu nol. Dapur pabrik siap dikunjungi siapa pun.
”Semua itu bukan semata saya pro-lingkungan, tetap ada pertimbangan komersialnya. Pabrik tahu biasanya dimusuhi warga desa, karena bau dan limbahnya mengotori sungai. Di pabrik saya, limbah tahu yang berisi protein dimasukkan ke sawah orangtua,” ceritanya.
Alhasil, sawah milik orangtuanya bisa menghasilkan 7,5 ton per hektar (ha). Sedangkan sawah tetangga 5,5 ton per ha. Jadilah ampas tahu pabriknya dipesan tetangga untuk pupuk dan pengepul pakan sapi.
Saat krisis
Tahu organik ia ”temukan” pada 2007, saat terjadi krisis kedelai. Saat itu harga kedelai impor naik dari Rp 3.000 per kg menjadi Rp 5.500. Krisis tahun 2012 menjadikan harga kedelai menjadi Rp 8.000 per kg. Padahal 70 persen biaya produksi pabrik tahu ada pada bahan baku. Rudik membuat tahu organik yang pengerjaannya sama dengan tahu biasa. Ia mengiringi produk tahu organik dengan upaya meyakinkan konsumen pada ”kesehatan” tahu. Ia pun mendapatkan sertifikat organik dari Kementerian Kesehatan.
Tahu organik buatannya berukuran 16,5 cm x 16,5 cm, untuk membedakan dari tahu biasa yang umumnya 11,5x11,5 cm. Ia melepas produknya sampai ke pasar swalayan di Jakarta.
”Saya diprotes konsumen, mengapa sama-sama tahu (produk) saya tetapi harganya beda, Rp 4.000 untuk tahu non-organik, dan Rp 12.000 yang organik. Saya belajar lagi, lalu saya beri warna label yang berbeda dan konsumen bisa menerima,” katanya.
Meski tahu organik pasarnya relatif jelas, tetapi Rudik tak meninggalkan pembuatan tahu non-organik. Alasan dia, ”Saya tak mau melayani konsumen yang menguntungkan saja. Saya juga wajib melayani konsumen tahu biasa, meski mereka (konsumen tahu non-organik) berdaya beli rendah.”
Waralaba
Rudik berencana meluaskan usahanya dengan waralaba. Ia pun membuat tahu bulat dengan konsumen utama anak-anak. Dia melepas tahu bulat seharga Rp 200 per buah kepada pedagang, yang bisa dijual lagi seharga Rp 500 termasuk sausnya.
”Lantaran tahu saya tanpa formalin dan lebih lembut, jadi anak-anak suka,” katanya.
Tahu bulat dibuat dari irisan pinggir tahu yang tak rapi, lalu dipadatkan dan dibuat bubur tahu di nampan. Sebagian tahu menyusup ke celah-celah nampan, menjadi lembaran yang tak rapi. ”Lembaran itu biasanya diikutkan saat dijual, tetapi untuk produk tahu saya, lembaran itu saya potong. Lalu dibuat bola tahu, saya goreng. Jadilah produk baru,” katanya.
Rudik tak menggunakan pengawet karena kecepatan pembusukan tahu bisa ditahan dengan meningkatkan kepadatan tahu. ”Logikanya gampang, tahu padat air sulit masuk pori-pori, maka bakteri pembusuk sulit berkembang. Jadi umur tahu bisa sampai tiga hari. Itu waktu yang cukup untuk memasarkan tahu, tak perlu sampai tujuh hari.”
”Tahu tanpa formalin juga lebih lembut, tidak keras, dan lebih enak,” ucap Rudik meyakinkan.
Sumber : Kompas Cetak
* tahu organik jakarta
* jual tahu organik
* tahu organik malang
* membuat tahu organik
* mesin tahu organik
* tahu organik pelangi
* pembuatan tahu organik
* pengusaha tahu organik
* pabrik tahu organik
* resep tahu organik
* tahu sehat bersih
* tahu sehat bersih bandung
* ciri tahu sehat
* kembang tahu sehat
* mesin tahu sehat
* membuat tahu sehat
* masakan tahu sehat
* tahu sehat nigarin
* olahan tahu sehat
* resep tahu sehat
* menu sehat tahu tempe
* resep sehat tahu tempe
* tahu yang sehat
* ciri tahu yang sehat
* olahan tahu yang sehat
* memilih tahu yang sehat
* memasak tahu yang sehat
* cara membuat tahu yang sehat
* tips memilih tahu yang sehat
* cara memasak tahu yang sehat
* cara memilih tahu yang sehat
* cara membuat tahu yg sehat